Berita Indonesia Terlengkap & Mantap

Informasi Berita berdasarkan Fakta

AGUNGPOKER-AGENPOKERTERPERCAYA
AGUNGPOKER-AGENPOKERTERPERCAYA

Breaking

Friday, September 1, 2017

Gubernur DIY Boleh Dijabat Perempuan, Apa Kata Sultan Yogya?

Gubernur DIY Boleh Dijabat Perempuan, Apa Kata Sultan Yogya? - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Pasal 18 Ayat 1 huruf m UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Hal itu berdampak pada laki-laki maupun perempuan yang bertahta di Keraton Yogyakarta sekaligus menjadi Gubernur DIY. 



Lembar putusan MK menyatakan pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 sebab memuat riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak. Sebagian kalangan menganggap pasal itu kontroversial karena diskriminatif dan menyiratkan makna hanya laki-laki yang bisa menjadi Gubernur DIY (ditunjukkan dengan riwayat istri). 

Gugatan uji materi atas pasal itu diajukan sebelas orang yang berasal dari kalangan abdi dalem Keraton Yogyakarta, perangkat desa, pegiat antidiskriminasi dan hak asasi perempuan, serta aktivis perempuan ke MK pada 2016.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan negara memiliki konstitusi yang melarang diskriminasi. "Negara tidak melarang, siapa saja bisa jadi pemimpin," ujarnya, Kamis, 31 Agustus 2017.

Maka itu, ia berharap semua pihak yang menentang pengajuan uji materi ini bisa menerima dengan lapang dada. Terkait paugeran baru, Sultan enggan berkomentar. Ia menilai paugeran hak raja yang bertahta.

"Ini kan soal gubernur," ucapnya.

Kuasa hukum pemohon, Irmanputra Sidin mengapresiasi putusan MK yang memberi basis hukum yang kokoh. 

"Siapapun itu, baik perempuan ataupun laki-laki adalah berhak memimpin, berhak menjadi raja dan bagian dari urusan internal kasultanan dan kadipaten," ujarnya dalam siaran pers kepada wartawan. 

Ia menilai putusan MK merupakan cerminan manifestasi perlindungan hak-hak setiap orang di muka bumi ini tanpa harus mendiskriminasi kaum perempuan atau lainnya untuk menjadi raja, ratu, sultan, sultanah, Arung (Bugis), Butta (Makassar), kaisar, dan seterusnya. 



Kejadian ini, tutur Irmanputra, membawa pesan penting bagi perkembangan konstitusi dan konstitusionalisme di seluruh dunia, yakni tidak ada lagi monopoli laki-laki dalam dunia kepemimpinan di Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.